Dhea Sabha Fasya
2015-32-050
Tugas
Pengantar Epidemiologi sesi 03
DATA TENTANG PERUBAHAN POLA PENYAKIT
DAN KEMATIAN DI INDONESIA
Menurut
Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM)
diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan
terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari
populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak
menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain,
kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi
lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada
tahun 2030. Pada negara-negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab
terhadap tiga kali dari tahun hidup yang hilang dan disability (Disability
adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari kematian penyakit menular,
maternal, perinatal dan masalah nutrisi.
Pola
kejadian penyakit saat ini sudah mengalami perubahan yang ditandai dengan
transisi Epidemiologi. Secara garis besar transisi Epidemiologi adalah
perubahan pola penyakit dan kematian yang semula di dominasi oleh penyakit
infeksi beralih ke penyakit non- infeksi/ penyakit tidak menular. Perubahan
pola penyakit sangat di pengaruhi oleh keadaan demografi (pendididkan, umur,
jenis kelamin ), sosial ekonomi (pendapatan pendududk), sosial budaya (adat
istiadat).
Menurut
anies (2006) penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak bisa dapat di
sebarkan dari seseorang terhadap orang lain secara langsung, sebagian muncul
ketika lahir, sedangkan lainnya disebabkan oleh gaya hidup dan lingkungan,
diantaranya adalah asma, talasemia, autis, penyakit jantung, diabetes melitus,
stroke , kanker (profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun
2006).
1. PEMBAHASAN
·
Data Kesehatan
Masalah
kesehatan yang ada di dunia ini dapat diketahui dengan pengumpulan data–data
kesehatan. Data kesehatan adalah data yang menyangkut semua aspek kesehatan,
seperti distribusi usia dan kepadatan penduduk; keadaan sosial ekonomi
masyarakat; kualitas perumahan; keadaan kebersihan dan sanitasi; angka kesakitan,
kematian, dan kelahiran; sarana dan prasarana yang tersedia di suatu daerah;
kualitas dan kuantitas personil kesehatan; serta dana yang tersedia bagi
kegiatan kesehatan masyarakat.
Menurut
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007)
telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak
menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular semakin
menurun (lihat grafik gambar 1). Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut
dan tak akan tahu akan sampai kaoan fenomena ini bisa berhenti.
Gambar 1 : Distribusi penyebab kematian
menurut kelompok penyakit di Indonesia, SKRT 1995, SKRT 2001, Riskesdas 2007
Sumber : Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
Gambar 1 di
atas memperlihatkan bahwa selama tahun 1995 hingga 2007 di Indonesia proporsi
penyakit menular telah menurun sepertiganya dari 44,2% menjadi 28,1%, akan
tetapi proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan cukup tinggi dari
41,7% menjadi 59,5%, sedangkan gangguan maternal/perinatal dan kasus cedera
relatif stabil.
Menurut
profil PTM WHO tahun 2011, di Indonesia tahun 2008 terdapat 582.300 laki-laki
dan 481.700 perempuan meninggal karena PTM5.
Saat ini di
Indonesia, data morbiditas penyakit dari fasilitas kesehatan dikumpulkan dari
puskesmas dan rumah sakit. Karena penegakan diagnosis PTM di rumah sakit
relatif lebih valid, maka analisis PTM dilakukan terhadap data rumah sakit.
Data
analisis diperoleh dari laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) edisi 2010 dan 2011 (data 2009 dan data 2010) yaitu RL2B (Rawat
Jalan) dan RL2A (Rawat Inap), yang merupakan laporan rumah sakit langsung ke
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Data tahun
2009-2010 diperoleh dari publikasi data mentah SIRS edisi 2010-2011.
Pelaporan
RL2A (rawat inap) pada tahun 2009-2010 masih rendah yaitu secara nasional hanya
29,2% pada tahun 2009, kemudian turun menjadi 24,63% pada tahun 2010 rumah
Sakit yang mengirim laporan. Begitu juga halnya dengan laporan RL2B (rawat
jalan) laporannya dari tahun 2009-2010 masih rendah yaitu 28,37% pada tahun
2009, turun menjadi 26,29% pada tahun 2010 rumah Sakit yang mengirim laporan.
Berdasarkan
provinsi, tahun 2009, provinsi dengan rumah sakit yang sama sekali tidak
melapor RL2A adalah Provinsi Gorontalo dan RL2B adalah Provinsi Gorontalo dan
Papua. Jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah
Provinsi Papua, Sulawesi Selatan dan Bengkulu sedangkan jumlah rumah sakit yang
melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Maluku Utara.
Jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi
Sulawesi Tenggara, Jambi dan Sulawesi Barat, sedangkan untuk jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan DKI
Jakarta. Sedangkan untuk tahun 2010, provinsi dengan rumah sakit yang sama
sekali tidak melapor RL2A yaitu Provinsi Gorontalo dan Papua Barat sedangkan
rumah sakit yang tidak melapor RL2B adalah Provinsi Papua Barat. Jumlah rumah
sakit tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Maluku
Utara, Banten dan Papua sedangkan jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor
RL2B adalah Provinsi Papua, Banten dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan untuk jumlah
rumah sakit terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Persentase
kasus baru rawat jalan penyakit tidak menular berdasarkan jenis kelamin dari
tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama yaitu tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan yang di rawat jalan
di Indonesia, seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 3: Persentase Rawat Jalan Kasus
Baru Penyakit Tidak Menular Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar
dibawah ini menggambarkan tingkat kefatalan menyebabkan kematian
berdasarkan Case Fatality Rate (CFR)untuk PTM
prioritas yang dikendalikan program-program pengendalian di Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) dari tahun 2009-2010. Tampak pada tahun 2009,
Strok merupakan penyakit dengan CFR tertinggi (12,68%) diikuti oleh penyakit
Jantung (9,17%), sedangkan tahun 2010 Strok dan penyakit Jantung menempati
urutan teratas (8,7%). CFR yang meningkat adalah Asma, Hipertensi dan Kanker.
Sedangkan PPOK, Strok, Jantung, Diabetes Melitus persentasenya menurun dari
tahun 2009-2010 yang lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4 : Tingkat Kefatalan (CFR)
Penyakit Tidak Menular Prioritas Pada Rawat Inap Rumah Sakit Tahun 2009-2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun
2010-2011
Penyakit
degeneratif adalah penyakit yang bersifat tidak menular, kronis (menahun),
timbul karena semakin menurunnya (kemunduran) kondisi dan fungsi organ tubuh
seiring dengan proses penuaan. Ada sekitar 50 penyakit degeneratif, antara
lain: penyakit jantung dan pembuluh darah (hipertensi, jantung, stroke),
endokrin (diabetes mellitus, thyroid, kekurangan nutrisi, hiperkolesterol),
neoplasma (tumor jinak, tumor ganas), osteophorosis, gangguan pencernaan
(konstipasi, wasir, kanker usus), dan kegemukan.
Gambar
5. Presentasi Kematian Penyakit Degeneratif ≥ 15
Tahun Berdasarkan Penyakit ENMD, DCS, dan Non (ENMD+DCS)
Kematian
penyakit degeneratif DCS terbanyak pada usia ≥ 55 tahun.Memasuki usia 30 tahun, pembuluh darah manusia
secara perlahan tapi pasti mulai kehilangan daya elastisitasnya. Kondisi ini
akan terus berlanjut hingga usia rata-rata manusia setinggi 80 tahun. Proses
penuaan pembuluh darah sendiri terjadi pada usia 40–50 tahun. (Setianto, B,
2007). Faktor usia memengaruhi kemunduran fungsi tubuh termasuk kekakuan
pembuluh darah (mengkerut dan menua).
Gambar
6. Persentase penyebab kematian penyakit ENMD dan DCS
individu usia ≥ 15 tahun, menurut umur saat meninggal
Perempuan
lebih banyak terdapat pada kematian penyakit degeneratif ENMD dan DCS. Usia 40–60 tahun merupakan masa krisis bagi
perempuan. Pada usia ini perempuan biasanya sedang mencapai puncak karir, dan
justru pada masa tersebut mereka akan mengalami menopause (usia 45–55 tahun).
Kondisi menopouse dapat menurunkan produksi hormon wanita (estrogen dan
progesteron). Dengan penurunannya, maka distribusi lemak tubuh mulai terganggu.
Penimbunan lemak yang tidak terdistribusi dengan baik akan memengaruhi
metabolisme tubuh. Bila proses ini diikuti dengan pola makan, gaya hidup, dan
aktivitas tidak sehat secara berkepanjangan, maka setelah usia 60 tahun
individu akan rentan terhadap serangan penyakit degeneratif.
Gambar
7. Persentase penyebab kematian penyakit ENMD dan DCS
individu usia ≥ 15 tahun, menurut jenis kelamin
Tipe daerah pada kematian penyakit degeneratif ENMD
dan DCS banyak terdapat di perkotaan, karena kota merupakan daerah urban dengan
berbagai permasalahannya. Faktor penting terjadi banyaknya kematian penyakit
degeneratif di perkotaan sangat ditunjang dengan kebiasaan pola makan, gaya
hidup, pola gerak yang salah serta faktor stres psiko-sosial yang cukup tinggi.
Gambar
8. Persentase penyebab kematian penyakit ENMD dan DCS
individu usia ≥ 15 tahun, menurut tipe daerah